Home »
Story» [ FanFiction ] For Teaching Me How to Love
Title: For Teaching Me How to Love
Author: Jinki Choi
Genre: Romance , Songfic
Rating: PG-15
Length: Oneshot
Cast:
● Shiba Isshin
● Kurosaki Masaki
Disclaimers :
All
Cast in this FF belong to God and themselves BUT this FF is real from
my mind (and JYJ also) ! So , Don’t try to Copas ! I make it by myself
with my imagination . Please respect my Story by leave your comment and
thumb after read this story .
NB: Jangan terlalu berharap
lebih dengan FF ini, karena ini dibuat dalam waktu 1 hari. Dan mungkin
anda akan menemukan Typo yang berserakan di dalamnya.
| Enjoy Reading |
" I want to take care of someone special to me, there were lost of times i couldn't."
- Shiba Isshin
Even though time goes back in the past, the future won't change . . .
___For Teaching Me How to Love___
Kurosaki Masaki's Point Of View:
Langit
biru membuat angan – anganku terbang tinggi ke atas langit itu ,
terjebak dalam kekelaman awan kelabu yang bahkan tak menghiasi mega di
siang itu .
Sudah 2 jam aku menunggunya, menunggu dia yang
berjanji akan menemuiku, orang yang telah mengurung hatinya di hatiku.
Namun, hanya omong kosong yang aku dapat, hanya bualan yang ia berikan
padaku untuk sekian kalinya.
Tak terhitung sudah berapa kali
kucoba menghubunginya, namun yang kudengar hanyalah suara wanita, suara
operator yang menyatakan bahwa ia tidak menjawab panggilanku.
Tak
ada yang bisa kulakukan, bahkan kedua indra pengelihatanku tak
menghasilkan butiran air asin itu. Sudah terlalu banyak bulir itu
mengalir menghiasi wajahku hingga aku tak bisa mengeluarkannya lagi.
Bibirnya
memang tidak mengucapkan bahwa ia mencampakkanku, namun sikapnya
menunjukkan bahwa ia sudah tidak memperdulikanku lagi. Apa aku sudah tak
ada artinya lagi di dalam hatimu?
Author's Point of View:
Drrrttt...
Drrrttt...
Untuk
sekian kalinya, sebuah getaran dari sebuah Ponsel tercipta, membuat
meja kayu yang ditindihnya ikut bergetar. Sang pemilik Ponsel itu
menghentikan presentasenya di hadapan orang-orang berdasi yang tengah
memerhatikan setiap penjelasan yang dilontarkan dari mulutnya . Sesaat
kepalanya berpaling menuju telepon yang mengganggu pertemuan penting
yang kala itu tengah berlangsung, namun ia kembali melanjutkan
presentasenya dan mengabaikan panggilan tersebut.
Di sisi
sebuah jalan raya, nampak seorang wanita terlihat frustasi menggenggam
telepon genggam yang masih ia tempelkan di telinga kanannya. Sorot
matanya membuat siapapun yang melihatnya pasti berfikir bahwa ia
bagaikan seorang selebriti yang ketenarannya tengah menurun.
Dengan langkah gontai ia langkahkan kakinya ke depan, sesekali ia tenggakkan kepalanya seraya menutup kedua kelopak matanya.
Wanita
itu pun kembali melangkahkan kakinya mendekati tengah jalan. Orang lain
akan berfikir bahwa wanita ia hendak menyeberangi jalan, namun langkah
wanita ini terhenti begitu saja di tengah jalan raya. Di sisi lain,
sebuah mobil berwarna putih melaju dengan kecepatan tinggi mendekat ke
arah wanita itu berdiri.
Entah apa yang dipikirkan wanita
itu, ia memilih untuk tetap berdiam diri seraya menutup kedua kelopak
matanya. Mungkin si pengendara mobil tidak dapat mengendalikan laju
mobilnya, atau mungkin ia sedang mabuk, tabrakan pun tak terelakkan.
Tubuh wanita itu terguling hingga ke atas atap mobil putih itu hingga
mendarat di permukaan jalan.
Shiba Isshin's Point of View:
I... Didn't even get to see her in the last time.
... And i just sent her away.
Untuk
sekian kalinya di pagi hari, diriku terbangun akan mimpi tentangnya.
Mimpi dari sebuah kenyataan yang terjadi 13 hari lalu. Tepatnya tanggal 8
Agustus, ia meninggalkanku, wanita yang sangat berharga bagi hidupku,
Kurosaki Masaki. Tiap malam hati ini selalu dilanda rasa rindu yang
begitu menggelora sehingga sulit tidur semalaman karenanya.
Perasaan menyesal selalu berkecamuk di hati dan pikiranku di pagi hari, seakan menjadi kebiasaan baruku. Lara merundung
menyesakkan
dada, kini ku sesali akan perbuatanku yang tidak menjaga sesuatu yang
sangat berharga bagi hidupku. Dan disaat sesuatu yang berharga itu
menghilang, hanya rasa sakit dan kehilangan yang kudapatkan. Kini ku
tersadar akan suatu hal setelah mengalaminya, bahwa kita harus menjaga
sesuatu yang berharga itu.
___o0o___
Kucoba tuk
menjalani kegiatan seperti biasa, namun itu masih belum bisa kulakukan.
Bahkan saat aku tengah berada di ruang kerjaku. Visualisasi dua dimensi
dari Masaki-Chan tak sengaja kutemukan di laci mejaku. Tanpa perintah,
tangan ini mengambil sebuah bingkai kecil yang dimana gambar kami berdua
bertengger dibalik kacanya.
Kusentuh wajah dari raga nan
indah bak intan permata yang tak mungkin kutemuai itu, membuat bibir ini
tersenyum menahan sakit. Aku merindukanmu, Masaki-chan . . .
Author's Point of View:
Tugas
sang mentari untuk menemani bumi telah diganti sementara oleh cahaya
rembulan yang memancarkan cahaya kuning cerahnya. Meskipun begitu,
kehidupan di Karakura masih terus berlanjut. Dilihat dari orang - orang
yang masih berlalu-lalang di daerah itu.
Isshin berlari kecil
menuju Minimarket. Dengan nafas terengah-engah, ditariknya knop lemari
dingin yang menampung berbagai minuman dalam botol. Meskipun begitu, ia
hanya mengambil sebotol air mineral saja.
Pria bersweater
biru itu menyodorkan barang yang akan ia beli kepada seorang lelaki yang
bekerja sebagai seorang kasir di tempat tersebut. Seraya menunggu,
perhatian pria ini tertuju pada sosok anak kecil ㅡtepatnya anak
laki-lakiㅡ yang sedari tadi memandangi permen lolipop yang berada tepat
di atas meja kasir.
Seolah tahu apa yang anak itu inginkan,
Isshin mengambil sebuah Lolipop yang sedang diperhatikan oleh anak itu
dan menyodorkannya kepada kasir, "Hitung ini juga!" Ujarnya pada sang
kasir.
Kemudian setelahnya ia menyodorkan Lolipop yang telah dihitung
kasir tadi kepada si anak, "Ini untukmu." tawarnya seraya mengelus
kepala anak itu. Anak kecil tadi menyambutnya dengan antusias seraya
mengucapkan terimakasih kepada Isshin yang mau membelikan sesuatu yang
ia inginkan, "Arigatou (terimakasih).".
Shiba Isshin berlalu dan terduduk di depan Mini Market tersebut seraya meneguk air mineral dalam botol yang baru ia beli.
"Paman."
Anak kecil tadi kini berada di samping Junsu. Junsu menoleh pada anak
itu, menggeser posisi duduknya, bersiap mendengar apa yang akan anak
kecil itu katakan.
" Apa hal yang sangat ingin kau lakukan, sebelum kau meninggal?" tanya si anak dengan polosnya.
Mendengar
pertanyaan tersebut, Isshin mendesah penuh pilu, lalu ia pun menjawab "
Baiklah." kemudian menghentikan perkataannya. Entah mengapa pada saat
itu ia teringat wajah sang kekasih yang tak bisa ia lihat lagi, " Aku,
ingin menjaga seseorang yang sangat berharga bagiku, yang pada saat itu
aku tidak bisa melakukannya." lanjutnya seraya menundukkan kepalanya.
Mendengar jawaban dari Isshin, anak itu hanya mengangguk seolah
mengerti, " Hei, anak kecil bicara tentang kematian ..." Ucapan pria itu
tiba-tiba terhenti tatkala ia tidak menemukan sosok anak kecil yang
sedetik lalu masih berada di sisinya. Ia berdiri dari duduknya,
kepalanya bergerak kesana - kemari, mencari sosok anak lelaki yang baru
saja menghilang di sampingnya.
___o0o___
Lagi, sepertinya Shiba Isshin bermimpi tentang Masaki. Raut kesedihan terpancar jelas meskipun kedua matanya masih terpejam.
Benar
saja, tak lama setelah itu, Shiba Isshin terbangun secara tiba - tiba
dengan nafas terengah - engah. Mimiknya serupa dengan hari - hari
sebelumnya, nampak begitu sedih.
Isshin mengambil sebotol air mineral dalam botol dan diteguknya air itu setelah ia kembali mendapatkan kesadarannya.
Teng - tong . . .
Terdengar suara bel berbunyi di kediaman Shiba Isshin. Pengantar Paket?
Karena tak ingin membuat orang di luar menunggu terlalu lama, ia pun segera membukakan pintu rumahnya.
Namun
pagi itu ia mendapat pemandangan yang mengejutkan, buktinya kedua bola
matanya sukses membulat sempurna melihat siapa dibalik pintu itu.
Senyuman manis terpancar dari bibir gadis itu, gadis yang menekan tombol
bel rumah. Bukan senyumannya yang mengejutkan Isshin, namun sosok
pemilik senyum manis itu, sosok yang selama ini sangat ia rindukan,
sosok gadis yang selama ini membuat hatinya gundah gulana. Ya, sosok
Kurosaki Masaki kini tengah berdiri di hadapannya.
Bibir
gadis itu melengkung ke bawah karena Isshin hanya diam dan tidak
menyuruhnya masuk ke dalam rumah. Tanpa dipersilakan, Masaki menerobos
masuk ke dalam rumah dan langsung menuju dapur. Isshin yang masih tak
percaya dengan semua ini terlihat terkejut. Masaki yang melihat Isshin
berdiri menganga menatapnya kemudian menggerutu, "Ada apa? Apa kau
sedang melihat hantu?".
"Kau?" Tunjuk Isshin yang masih terkejut pada Masaki.
"Tunggu. Apa ada wanita lain disini ?" Gerutunya lagi sedikit becanda.
Isshin
lebih terkejut lagi tatkala ia sengaja menolehkan pandangannya menuju
sebuah Kalender yang bertengger di dinding sana. Sulit baginya untuk
percaya, Kalender menunjukkan bahwa hari itu adalah tanggal 26 Juli,
waktu bagaikan kembali ke masa lalu baginya.
Tanpa diberi aba
- aba, Isshin berlari dan langsung mendekap erat tubuh gadis itu,
senyum bahagia terpancar dari bibir pria ini. Sementara Masaki tersenyum
geli melihat tingkah Junsu yang menurutnya aneh.
___o0o___
Hembusan
angin tepi laut menerpa wajah seorang Kurosaki Masaki yang tengah
berdiri menghadap pantai lepas seraya memejamkan kelopak matanya. Seraya
merentangkan kedua tangannya, menghirup hembusan angin segar yang masuk
ke dalam rongga hidung mungilnya.
"Oy, Masaki-Chan . . ."
Sepenggal kalimat terlontar dari bibir seorang pria memecah keheningan
yang tercipta sedari tadi. Merasa namanya dipanggil, tentu saja Masaki
membalikkan badannya.
Di depannya sudah terlihat sosok pria
yang ia tunggu, pria yang meneriaki namanya seraya melambaikan tangannya
ke udara. Dengan berpakaian Training hitam lengkap dengan sepeda
hitamnya, Isshin menghampiri Masaki. Masaki yang menyadari bahwa warna
pakaian yang mereka kenakan sama sekali tidak sama mulai menggerutu,
"Apa - apaan kau ini, hah? Kau sengaja ingin membuatku marah?".
" Kenapa ? Apa ada yang salah?" tanya Isshin dengan tampang tidak bersalah.
" Jelas salah! Kenapa kau tidak mengenakan pakaian pasangan? Bahkan warna sepeda kita pun tidak sama!" Gerutunya lagi.
Masaki
mulai merengek dan menangis layaknya anak kecil yang tidak dibelikan
mainan oleh orang tuanya. Rengekan gadis muda itu menjadi pusat
perhatian orang - orang yang berlalu lalang disana. Dengan panik Isshin
mencoba menenangkan rengekan kekasihnya itu semampunya.
Pada
akhirnya mereka tetap bersepeda bersama di area itu. Perasaan bahagia
terpancar dari wajah pasangan kekasih yang tengah berkencan itu.
Walaupun terlihat sederhana, definisi kencan yang sesungguhnya adalah
menghabiskan waktu bersama dengan pasangan kita. Tertawa dan bersenang -
senang bersama.
___o0o___
Beberapa hari telah
berlalu. Kini pemuda yang bernama Shiba Isshin itu lebih sering
menghabiskan waktu bersama orang yang paling berharga untuknya. Seperti
yang terjadi malam ini, dengan busana gaun hitam, Masaki menunggu
kedatangan Isshin malam itu. Terduduk dengan perasaan gelisah sendiri di
meja di sebuah restoran ternama di Karakura, sepertinya Isshin
terlambat lagi. Sungguh sebuah kebiasaan yang buruk. Berkali - kali
gadis ini melirik pada alat penunjuk waktu yang membelit cantik di
pergelangan tangan kirinya. kebiasaan yang sulit diubah oleh siapapun,
dia yang membuat janji, dia juga yang datang terlambat. Hingga beberapa
waktu kemudian datanglah Isshin dengan kemeja hitam yang bagian atas
kancingnya sengaja tidak ia tutup, tersenyum memandang Masaki yang
tengah terduduk di depannya.
Langkah kaki pemuda ini menuju
tempat duduk yang tepat di depan Masaki. Senyuman gelinya masih
terpasang di bibirnya, tak ada rasa bersalah di senyumannya itu.
Kurosaki Masaki yang melihat kedatangan Isshun itu terlihat memonyongkan
bibirnya.
"Lihat, kau terlambat lagi,kan?" Ucap Masaki kesal.
"Maafkan aku." Jawab Isshin sesaat setelah ia duduk, masih dengan senyum gelinya.
"Kau sengaja membuat aku kesal, ya?" Gerutu Masaki kembali.
"Biasanya
seorang wanita akan terlihat cantik jika tersenyum, tapi sepertinya itu
tidak berlaku untukmu. Kau terlihat sangat cantik saat kau sedang
marah, jadi aku sengaja menggodamu." Goda Isshin menjawab pertanyaan
Masaki.
"Kau pikir aku akan tersentuh setelah mendengar ucapanmu itu? Jangan harap ya!" Umpat Masaki kesal.
Trek. . .
Sebuah
lagu diputar di restoran itu, sebuah lagu yang membangkitkan kenangan
mereka berdua saat pertama kali bertemu, Stand By You (Tohoshinki).
Masaki terkejut dan langsung menatap Isshin, "Lagu ini . . ." Ucap Masaki sengaja digantung.
Isshin
beranjak ke samping Masaki, mengambil posisi berlutut seraya menatap
wajah anggun gadis yang dicintainya itu. Lalu ia mengambil sebuah kotak
kecil dari saku celananya. Kotak kecil yang isinya bisa membuat setiap
gadis menjatuhkan bulir air asin dari indra pengelihatannya, tak
terkecuali Masaki. Benar, itu adalah sebuah Cincin.
Senyum
berbunga terukir di bibir gadis itu, hatinya teramat bahagia akan
kejutan yang diberikan Isshin. "Masaki-Chan, aku rasa kita sudah cukup
mengenal satu sama lain. Aku rasa kita sudah memahami isi hati kita. Aku
rasa sudah saatnya aku mengatakan ini semua . . ." Ucap Isshin yang
masih berlutut. Ia mengambil nafas dahulu sebelum melanjutkan ucapannya
itu,sementara gadis yang berada di depannya terlihat menunggu kalimat
yang hendak dikeluarkan dari bibir pria yang sangat ia cintai itu.
"Masaki-Chan, aku ingin kau selalu disisiku. Bukan berarti aku tidak
bisa hidup tanpamu, namun aku hanya ingin hidup bersamamu. Selalu,
selamanya."
"Masaki-Chan, maukah kau, menjadi pendamping
hidupku? Menjalani hari - hari bersamaku hingga waktu berakhir?" Pinta
Isshin dengan sorot mata penuh harap. Air mata Masaki tak dapat tertahan
lagi manakala ia mendengar Ucapan yang dilontarkan pria yang sangat ia
cintai. Menurutnya, itu adalah pertanyaan terbodoh yang pernah ia
dengar. Bukankah inilah yang diinginkan oleh semua pasangan kekasih?
Akhirnya Masaki menganggukkan kepalanya pelan, mengisyaratkan bahwa ia
mengiyakan pertanyaan Isshin.
Isshin tersenyum bahagia, buru -
buru ia pasangkan cincin yang sedari ia pegang ke jari manis Masaki.
Sungguh malam ini adalah malam yang paling membuat Shiba Isshin dan
Kurosaki Masaki bahagia, serasa dunia berpihak kepada mereka berdua.
___o0o___
Hari
demi hari pasangan muda ini diwarnai dengan kebahagiaan. Tak ada lagi
alasan yang memisahkan mereka untuk sesaat. Seperti halnya Malam ini,
Isshin memerintahkan agar rapat direksi perusahaan diundur pada tanggal 8
Agustus melalui percakapan di telepon. Rencananya malam ini memang ada
agenda rapat tersebut, namun ia memilih untuk berbelanja di supermarket
bersama Masaki.
Masaki memanggil Isshin yang telah menutup
percakapannya agar segera menghampirinya di bagian sayuran. Isshin
meresponnya dengan senyuman, didorongnya kereta dorong yang penuh barang
belanjaan itu menuju tempat Masaki yang tengah sibuk memilih kubis yang
kualitasnya bagus.
"Konbanwa. . . (Selamat Malam) " sapa
seorang anak lelaki berpakaian serba putih yang tengah duduk, membuat
langkah Isshin terhenti.
"Oh, Kau!" Ucap Junsu setelah mengetahui
siapa anak kecil itu, dengan wajah memelas."Waktu itu . . ." Lanjutnya
kemudian. Dia anak kecil yang pernah ia temui di sebuah minimarket
beberapa hari lalu.
Anak itu melepas topi putihnya, topi yang
bentuknya seperti topi yang dipakai hampir semua pesulap. Ia pun
berkata," Senang melihatmu bahagia, pacarmu terlihat bahagia juga.".
Isshin termenung mendengar ucapan anak kecil tersebut.
Ia pun kemudian melanjutkan," Tolong hargai masa - masa berharga ini." pintanya.
Isshin merespon permintaan anak kecil itu dengan sebuah pertanyaan," Apa maksudmu itu?"
Anak kecil itu menjawab dengan polos, jawaban yang mungkin akan terdengar begitu menyakitkan bagi seorang Shiba Isshin.
"Sekalipun
waktu kembali ke masa lalu, masa depan tidak dapat diubah." Jawab anak
tersebut. Mendengar pernyataan itu Isshin memandang Masaki yang masih
sibuk memilah sayuran yang akan dibeli dengan perasaan kalut. Perasaan
sedih tak sanggup ia sembunyikan pada saat itu, entah kenapa ia mengigat
kecelakaan itu.
"Temuilah kekasihmu, Ahjussi. Bukankah kau ingin
menjaga sesuatu yang sangat berharga dalam hidupmu?" Ucap Anak kecil itu
sebelum akhirnya ia meninggalkan tempat itu.
Malam sudah
larut, namun sepasang mata itu tetap terjaga. Isshin tengah duduk di
sofa di dalam rumahnya, hatinya begitu gundah gulana pada malam itu.
Jantungnya berdebar tak karuan setelah mendengar kenyataan yang
diucapkan anak kecil tadi, itulah alasan kenapa ia masih enggan
terlelap. Itu artinya ia hanya memiliki waktu 3 hari lagi untuk
bersamanya. Di malam itu pula air matanya mengalir perlahan membasahi
kedua pipinya, menangis terisak sendirian.
___o0o___
Kurosaki
Masaki memperhatikan Isshin yang sedari tadi melamun menatap wajahnya
dengan sendu, siang itu mereka tengah menikmati secangkir Caphuchino
Latte di sebuah kedai kopi. "Ada apa? Apa terjadi sesuatu?" tanya Masaki
mencoba membuyarkan lamunan Isshin, namun Isshin tidak memberi respon.
Isshin masih tetap memandangi wajah Masaki dengan perasaan sedih yang
amat dalam.
Monday, August 08th
Saat itu
menjelang tengah hari dan Shiba Isshin (atau lebih tepatnya Presdir
Shiba) tengah duduk sendirian di kantornya, membaca laporan panjang
dalam bentuk kertas yang lewat begitu saja melalui otaknya tanpa
meninggalkan makna sedikit pun. Pandangannya beralih pada kalender yang
salah satu tanggalnya telah dilingkari goresan pena berwarna merah yang
membuat hatinya risau. Tiba-tiba saja terdengar suara ketukan pintu
sehingga membuat perhatian pria muda ini tertuju pada pintu yang
diketuk. " Masuk." Ucapnya dengan nada ditinggikan, mempersilakan orang
yang berada di balik pintu itu masuk.
Seorang laki-laki yang
nampaknya adalah assisten Isshin pun masuk, setelah terdengar suara
atasannya menyuruhnya masuk. "Presdir, semuanya sudah menunggu di ruang
rapat." Ujarnya mengingatkan Isshin agar segera menghadiri rapat. Junsu
mengangguk,"Baiklah, sebentar lagi aku akan kesana." Jawabnya. Setelah
mendengar pernyataan atasannya, Assisten itu pun segera keluar dari
ruangan itu.
***
Terlihat Isshin tengah mencoba
untuk menghubungi seseorang melalui telepon genggamnya, wajahnya
menampakkan raut kegelisahan saat itu. Sayangnya, orang yang tengah
dihubunginya tidak mengangkat panggilannya.Siapa lagi kalau bukan putri
dari keluarga Kurosaki tersebut?
Rupanya Ponsel Masaki tergeletak di sofa yang berada di rumahnya. Tertinggal? Entahlah.
Nada dering yang dihasilkan dari ponsel itu tidak mampu mencapai telinga Masaki yang hendak pergi keluar.
Masaki
yang tidak menyadari Ponselnya tertinggal pun berjalan pergi dengan
membawa tanaman bunga matahari yang mekar di dalam pot keramik dan
Headphone yang mengalungi lehernya.
Rapat siap dimulai namun
sang Presdir yang notabenenya adalah pemimpin perusahaan masih mencoba
menghubungi Masaki. Suasana di dalam ruangan itu pun mulai gaduh karena
Sang Presdir masih belum memulai Presentasenya. Para pemegang saham dan
investor saling berbisik satu sama lain, membicarakan perihal sikap
Presdir mereka. Bisikan - bisikan dari banyak orang itu bersatu menjadi
suara layaknya kaset usang yang menyakitkat telinga, sementara Isshin
masih terlihat berfikir.
Memorinya kembali memutar kenangan
saat ia melihat Jenazah Masaki yang terbujur kaku, mengingat nasihat
yang diucapkan oleh anak misterius yang menyatakan bahwa meskipun waktu
kembali ke masa lalu, masa depan tidak dapat berubah. Ia tidak ingin
melihat orang yang sangat ia cintai meninggal untuk kedua kalinya, di
sisi lain ada rapat yang menahan keinginannya.
"Aku ingin menjaga sesuatu yang berharga bagi hidupku, yang mana dulu aku tidak bisa melakukannya."
Isshin
teringat akan harapan yang pernah ucapkan. Perkataan itu memantapkan
hatinya untuk pergi menemui pujaan hatinya sementara orang -orang yang
berada di dalam ruangan itu terkejut akan perbuatan Presdir nya.
Tidak
perlu berfikir untuk dimana mencari Masaki, karena dia sudah mengetahui
semua yang akan terjadi siang itu. Dengan sekuat tenaga ia berlari
menyusul sang pujaan hati. Denyut nadi Presdir muda itu bertambah cepat
tatkala pikirannya melayang - layang memikirkan hal buruk yang menimpa
kekasihnya.
Pandangan putra Shiba menangkap sosok wanita yang
hendak menyebrangi jalan raya memunggunginya, Sebuah Headphone berwarna
kuning cerah terpasang di kedua telinganya. Langkah Isshin berhenti
setelah melihat Masaki yang berada puluhan meter di depannya, ia
tersenyum lega bahwa ia baik - baik saja. Sementara itu, melihat pria di
sampingnya mulai menyebrangi jalan, Kurosaki Masaki ikut melangkahkan
kakinya.
Isshun terkejut melihatnya, karena pada saat
bersamaan di ujung sana, sebuah kendaraan berwarna putih melaju kencang.
"Masaki-Chan!" teriak Isshin mencoba menghentikan langkah kekasihnya
itu, namun teriakannya tak berarti. Sungguh hal bodoh menggunakan sebuah
Headphone saat berpergian, apalagi di jalan raya. Mengetahui
tindakannya tidak bisa menghentikan Masaku, tanpa pikir panjang Isshin
berlari mencoba menyelamatkannya.
Hal lainnya pun terjadi,
sepatu hak tinggi yang Masaki kenakan patah di bagian hak nya. Hal itu
membuat langkahnya terhenti, sementara kendaraan beroda empat itu sudah
mendekati Masaki. Klakson mobil sudah dibunyikan berkali - kali, namun
wanita itu tidak menggubriskan peringatan pengendara mobil itu.
Isshin
melompat mencoba melindungi Masaki, namun itu tindakan yang
merugikannya. Semuanya sudah terlambat, baik Isshin maupun Masaki pada
akhirnya tidak dapat mengelak dari kendaraan yang melaju kencang itu.
Tubuh mereka terhempas dan terseret belasan meter sebelum mereka sempat
menyelamatkan diri. Sementara Pengendara yang mengemudikan mobil yang
menabrak mereka itu terlihat panik dan segera melarikan diri.
Tubuh
pasangan kekasih ini terkapar bersimbah darah di jalanan, dan dalam
hitungan menit tempat itu sudah dikerumuni orang yang ingin melihatnya.
Ironisnya, tak ada satupun dari mereka yang terlihat menelepon rumah
sakit terdekat. Pasangan yang tengah sekarat itu saling menatap menahan
kesakitan, air mata mengalir dari kelopak mata mereka berdua. Dan dengan
susah payah Isshin mencoba meraih tangan Masaki. Ia pun tersenyum
bahagia menatap wajah wanita yang paling berharga dalam hidupnya
tersebut sebelum kedua matanya menutup untuk selamanya.
" Meskipun aku tidak bisa menjaganya, aku bahagia bisa berada disisinya bahkan hingga nafasku berakhir.
Terimakasih. . .
. . .Untuk mengajariku bagaimana mencintai.
END
Jika kau diberi kesempatan untuk kembali ke masa lalu, apa yang akan kau lakukan?.
Artikel
[ FanFiction ] For Teaching Me How to Love, diterbitkan oleh Unknown pada hari Wednesday, July 31, 2013. Semoga artikel ini dapat menambah wawasan Anda. Unknown adalah Seorang Manusia yang selalu ingin menjadi lebih baik ,Karena Bila Anda berpikir Anda bisa,maka Anda benar. Bila Anda berpikir Anda tidak bisa, Anda pun benar… karena itu ketika seseorang berpikir tidak bisa, maka sesungguhnya dia telah membuang kesempatan untuk menjadi bisa
Post a Comment - Back to Content